Jumat, 20 Juli 2007

Tantangan dan Harapan Bontang Cerdas

BAB I
PENDAHULUAN

Sejalan dengan potret kinerja pendidikan nasional yang belum memuaskan dan menjadi problem-problem yang dihadapi yaitu Masalah Mutu, Relevansi, Efisiensi dan Pemerataan Pendidikan, maka Pemerintah Kota Bontang mencanangkan Bontang Cerdas tahun 2010, Hal itu langkah maju dan cerdas yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang mana paradigma baru sektor pendidikan yang selama ini bersifat sentralistik menjadi desentralisasi.
Indikator lain yang yang menunjukkan betapa rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari data UNESCO tahun 2000 tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia ( Human Development Index ), yaitu komposisi dari peringakt pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukan bahwa indeks pengembangkan manusia Indonesia makin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 pada tahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, dan ke-109 tahun 1999, dan menurun ke urutan 112 pada tahun 2000. Menurut survei Political and Ekonomic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Dengan diluncurkannya Bontang Cerdas 2010 diharapkan sektor pendidikan menjadi lebih baik namun hal itu harus kita kaji secara konferenship dan holistik untuk mencetak “Sumber Daya Manusia Kota Bontang Yang Handal, Mandiri, Cerdas dan mempunyai Daya Saing sangat Tinggi”. Dengan kajian tantangan dan harapan yang harus dihadapi sebagai konsekwensi dari keputusan politik Bontang Cerdas 2010 tersebut.
Berbicara Bontang cerdas tidak lepas dari tiga ciri utama dalam dunia pendidikan yaitu (1) informal yang dilatih sejak lahir sampai dewasa, (2) formal adalah pendidikan yang dilaksanakan berjenjang dan melalui tahapan-tahapn proses dengan berbagai ukuran dan penilaian yang menjadi standar acuan oleh masyarakat, dan (3) non formal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pada masyarakat.


BAB II
TANTANGAN
Proses untuk mewujudkan visi maupun misi pendidikan yang dijabarkan dalam target-target pembangunan di lapangan akan terjadi suatu kondisi yang tidak sesuai dengan target tersebut, maka diperlukan suatu evaluasi sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan. Berangkat dari uraian diatas maka perencanaan pembangunan pendidikan di tingkat kabupaten/kota tidak lepas dari perencanaan pembangunan pendidikan nasional, yang memiliki empat issu strategis, yaitu : (1) Pemerataan dan Perluasan Pendidikan, (2) Peningkatan Mutu dan Relevansi, (3) Manajemen Pendidikan, (4) Anggaran Pendidikan.
Pemerataan dan Perluasan Pendidikan.
Pemerataan dimaksudkan agar setiap orang atau penduduk mempunyai kesempatan yang sama untuk memproleh pendidikan pada semua jenis ( TK sampai dengan SLTA ), jenjang ( prasekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah ) maupun jalur pendidikan ( sekolah dan luar sekolah ) dan tidak dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial ekonomi masyarakat, agama, suku, dan dan lokasi geografis. Sasaran pemerataan adalah untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang merata melalui pelayanan pendidikan.
Indikator-indikator kwantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan dan perluasan pendidikan.
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Definisi dari Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan antara jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase dengan data dasar yang digunakan (1). Penduduk Usia Sekolah, misalnya TK adalah penduduk 5-6 tahun, tingkat SD adalah penduduk 7-12 tahun, tingakt SMP adalah penduduk 13-15 tahun, dan tingkat SLTA adalah penduduk 16-18 tahun, (2) Siswa seluruhnya, misalnya Siswa Tingkat TK, Siswa Tingkat SD, Siswa Tingkat SMP dan Siswa Tingkat SMA, (3) Khusus untuk PLS adalah peserta didik kejar Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk Kota Bontang untuk jenjang SD/MI ( Negeri dan Swasta ) angka partisipasi kasar 100,76%, jenjang SMP/MTs ( Negeri dan Swasta ) angka partisipasi kasar 86,81%, jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) angka partisipasi kasar 103,22% dilihat dari hal tersebut maka di Bontang seluruh siswa usia sekolah telah terlayani dengan baik hanya pada jenjang SMP yang masih harus ditingkatkan agar angka wajar 9 tahun cepat tercapai.
Angka Partisipasi Murni (APM)
Definisi Angka Partisipasi Murni (APM) adalah perbandingan antara jumlah penduduk kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persantase dengan data dasar yang digunakan (1) penduduk usia sekolah, misalnya TK adalah penduduk usia 5 – 6 tahun, tingkat SD/MI adalah penduduk usia 7-12 tahun, tingkat SMP/MTs adalah penduduk usia 13-15 tahun, tingkat SMA/SMK adalah penduduk 16-18 tahun, (2) siswa usia sekolah sesuai jenjangnya mislanya siswa 5-6 tahun untuk TK, siswa usia 7-12 tahun untuk SD/MI, siswa usia 13-15 tahun untuk SMP/MTs, dan siswa usia 16-18 tahun untuk SMA/SMK. Angka partisipasi Murni (APM) untuk Kota Bontang jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) Angka Partisipasi Murni (APM) 86,81%, jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) Angka Partisipasi Murni 76,01%, jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) Angka Partisipasi Murni 70,59% dilihat dari data tersebut maka kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan masih perlu ditingkatkan untuk mencapai angka partisipasi murni yang ideal yaitu 100%.

Angka Melanjutkan

Definisi angka melanjutkan adalah perbandingan antara jumlah siswa baru tingkat satu pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan jumlah lulusan pada jenjang yang lebih rendah dan dinyatakan dalam persentase untuk Kota Bontang angka melanjutkan cukup baik dengan data untuk tingkat SMP/MTs ( Negeri dan Swasta ) adalah 102,92% hal ini dipengaruhi oleh arus mutasi masuk dari luar Kota Bontang yang sangat tinggi, sedangkan untuk tingkat SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) adalah 109,88% hal ini juga sama dipengaruhi oleh arus mutasi masuk dari luar Kota Bontang sangat tinggi sehingga mempengaruhi daya tampung sekolah. Dengan kriteria makin tinggi angkanya makin baik, kegunaan untuk mengetahui banyaknya lulusan yang dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau daya tampung dari sekolah yang lebih tinggi.
Rasio Siswa/Sekolah.
Definisi rasio siswa per sekolah adalah perbandingan antara jumlah siswa dengan sekolah yang ada seperti pada jenjang pendidikan SD rasio siswa persekolah adalah 326 orang sedangkan rasio ideal satu sekolah pada jenjang SD adalah antara 120 – 300 orang, rasio siswa persekolah pada SMP adalah 245 orang sedangkan rasio ideal satu sekolah pada jenjang SMP adalah antara 120 – 720 orang persekolah itu juga kalau fasilitas dan tenaga pendidiknya mencukupi.
Sedangkan jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) rasio siswa persekolah adalah 312 orang sedangkan rasio ideal satu sekolah pada jenjang SMA/SMK adalah antara 120 – 720 orang persekolah itupun kalau semua sarana dan prasarananya mencukupi. Kriteria makin tinggi rasio berarti makin padat siswa di sekolah atau makin kurang jumlah sekolah disuatu daerah dengan demikian maka perlu penambahan Unit Sekolah Baru (USB), Ruang Kelas Baru ( RKB) dan fasilitas pendukung lainnya.
Rasio Siswa / Kelas.

Definisi rasio siswa perkelas adalah perbandingan antara jumlah siswa dengan jumlah kelas pada jenjang pendidikan tertentu data dasar yang digunakan (1) jumlah siswa menurut jenjang pendidikan, (2) jumlah kelas menurut jenjang pendidikan. Seperti jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) rasio siswa perkelas adalah 31 orang sedangkan kondisi ideal rasio siswa perkelas adalah antara 12 – 30 orang siswa perkelas, jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) rasio siswa perkelas adalah 27 orang sedangkan kondisi ideal rasio siswa perkelas adalah antara 25 – 45 orang siswa perkelas, jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) rasio siswa perkelas adalah 35 orang sedangkan kondisi ideal rasio siswa perkelas adalah antara 25 – 45 orang siswa perkelas. Kriteria makin tinggi rasio berarti makin padat siswa dikelas atau makin kurang jumlah ruang kelas di Kota Bontang.
Rasio Kelas / Ruang Kelas.
Definisi rasio kelas per ruang kelas adalah perbadingan antara jumlah kelas dengan jumlah ruang kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Seperti jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) rasio kelas peruang kelas adalah 1,46%, kondisi ideal rasio kelas per ruang kelas adalah antara 1 – 1,6%, jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) rasio kelas per ruang kelas adalah 1,20% kondisi ideal rasio kelas per ruang kelas adalah antara 1 – 1,6%, sedangkan jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) rasio kelas per ruang kelas adalah 1,25% kondisi ideal rasio kelas per ruang kelas adalah antara 1 – 1,6%. Kriteria idealnya rasio ini sama dengan 1, nilai 1 berarti ruang kelas hanya digunakan sekali, kurang dari 1 berarti terdapat ruang kelas yang tidak digunakan atau ruang kosong, dan lebih dari 1 berarti terdapat ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali . Keguanan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan ruang kelas yang digunakan lebih dari sekali yang ada di Kota Bontang.
Peningkatan Mutu dan Relevansi

Mutu pendidikan merupakan kondisi di mana masukan ( input ), proses (procesing), dan keluaran (output) adalah baik, guru yang sesuai dengan persyaratan, sarana, prasarana yang tidak rusak, biaya yang tidak mahal. Oleh karena itu, peningkatan mutu diarakan pada masukan, proses, keluaran, guru, sarana/prasarana, dan biaya.
Relevansi pendidikan merupakan kondisi di mana terdapat keterkaitan antara sekolah dengan lapangan pekerjaan sehingga semua lulusan akan memperoleh atau menciptakan lapangan pekerjaan sesuai dengan jenis sekolah. Oleh karena itu relevansi diarahkan untuk melihat kesesuaian antara sekolah dengan lapangan pekerjaan dan tidak hanya mencetak para pengangguran intelektual yang selama ini menjadi perbincangan masyarakat yang ada di Kota Bontang.
Indikator-indikator kwantitatif yang digunakan untuk mengukur mutu:
Angka Mengulang (AU).
Definisi angka mengulang adalah perbandingan antara jumlah siswa mengulang pada tingkat dan jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah siswa pada tingkat dan jenjang yang sesuai tahun ajaran sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase. Data dasar yang digunakan (1) jumlah mengulang pada tingkat dan jenjang tertentu, (2) jumlah siswa pada tingkat dan jenjang tertentu tahun ajaran sebelumnya. Seperti pada jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang angka mengulang adalah 4,50%, pada jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang angka mengulang adalah 0,92%, pada jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang angka mengulang adalah 0,36%. Kalau dilihat pada perjenjang pendidikan maka yang paling banyak terletak pada jenjang SD sedangkan yang paling rendah terletak pada jenjang SMA/SMK. Dengan kriteria makin rendah nilainya, berarti makin baik, idealnya 0% berarti tidak ada siswa yang mengulang. Kegunaannya untuk mengetahui banyaknya siswa yang mengulang di Kota Bontang sehingga dapat ditentukan cara penanggulangannya.
Angka Putus Sekolah (APS).
Definisi angka putus sekolah adalah perbandingan antara jumlah siswa putus sekolah pada tingkat dan jenjang yang sesuai pada tahun ajaran sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase. Data dasar yang digunakan adalah (1) jumlah siswa putus sekolah pada tingkat dan jenjang tertentu, (2) jumlah siswa pada tingkat dan jenjang tertentu tahun sebelumnya. Seperti pada jenjang SD ( Negeri dan Swasta )angka putus sekolah (APS) untuk Kota Bontang adalah 0,03%, jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) angka putus sekolah (APS) untuk Kota Bontang adalah 0,04%, sedangkan pada jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) angka putus sekolah (APS) untuk Kota Bontang adalah 0,46%. Dengan kriteria makin rendah nilainya, berarti makin, idealnya 0% berarti tidak ada siswa yang putus sekolah. Kegunaannya untuk mengetahui banyaknya siswa yang putus sekolah di Kota Bontang sehingga dapat dilakukan penanggulangannya.
Angka Lulusan (AL)
Definisi angka lulusan adalah perbandingan antara jumlah lulusan pada jenjang tertentu dengan jumlah siswa pada tingkat dan jenjang yang tertinggi dari jenjang pendidikan yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Data dasar yang digunakan adalah (1) jumlah lulusan menurut jenjang pendidikan, (2) jumlah tingkat tertinggi menurut jenjang pendidikan. Seperti pada jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) angka lulusan (AL) di Kota Bontang adalah 98,29%, jenjang SMP ( Negeri dan Swasta ) angka lulusan (AL) di Kota Bontang adalah 97,96%, sedangkan pada jenjang SMA/SMK ( Negeri dan Swasta ) angka lulusan (AL) di Kota Bontang adalah 96,92%. Dengan kriteria makin tinggi nilai kelulusan, berarti makin baik, idealnya 100% berarti semua siswa tingkat tertinggi dapat lulus, kegunaannya untuk mengetahui banyaknya siswa yang lulus, dari jenjang SD, SMP, SMA dan SMK yang ada di Kota Bontang.
Guru Layak, Guru Semi Layak dan Guru Tidak Layak
Definisi Guru layak, Guru semi layak dan Guru Tidak layak adalah perbandingan antara jumlah guru yang layak mengajar dikaitkan dengan ijazah yang dimiliki sesuai dengan jenjang pendidikan tertentu dan dinyatakan dengan persentase. Seperti Guru SD yang layak mengajar adalah Guru yang lulusan Diploma 2 PGSD dan yang memiliki ijazah yang lebih tinggi, Guru SMP yang layak mengajar adalah Guru yang lulusan program Diploma III kependidikan dan memiliki ijazah lebih tinggi, Sedangkan guru sekolah menengah yang layak mengajar adalah guru lulusan program Sarjana Kependidikan strata (S1) dan yang memiliki ijazah lebih tinggi. Data dasar yang dipergunakan (1) jumlah guru menurut ijazah tertinggi menurut jenjang, (2) jumlah guru seluruhnya menurut jenjang pendidikan. Seperti pada jenjang SD ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang guru yang layak 68,67%, guru yang semi layak 10,77%, dan yang tidak layak 20,56%, jenjang SMP (Negeri dan Swasta) yang ada di Kota Bontang guru yang layak 75,81%, guru semi layak 14,34%, dan guru tidak layak 9,86%, untuk jenjang SMA ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang guru yang layak 80,37%, guru semi layak 14,07%, guru tidak layak 5,56%, sedangkan untuk jenjang SMK ( Negeri dan Swasta ) yang ada di Kota Bontang guru yang layak 52,33%, guru semi layak 19,77%, dan guru tidak layak 27,91%. Dengan melihat data yang ada maka kriteria guru layak, semi layak, dan tidak layak makin tinggi nilainya guru layak makin baik indikatornya mutu suatu sekolah, sedangkan makin rendah guru layak maka makin kecil indikator mutu suatu sekolah. Kegunaannya untuk mengetahui sejauh mana jumlah guru yang layak untuk mengajar dan yang perlu dilakukan peningkatan pendidikannya atau yang perlu ditatar/dilatih.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Bergulirnya UU No.22 tahun 1999 dan direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 membawa perubahan banyak pada kebijakan berbagai sektor pembangunan, salah satunya adalah sektor pendidikan yang menjadi bagian dari sektor-sektor yang diotonomisasikan pada daerah. Kajian dan pembahasan tentang otonomisasi sektor pendidikan kemudian memunculkan sebuah paradigma baru, karena jika pengalihkan otoritas pemerintah pusat pada daerah, maka pemerintah daerah akan menjadi kekuatan birokrasi baru yang membelenggu dinamika serta kinerja para pelaksanaan dan pengelola pendidikan di tingkat sekolah. Oleh sebab itu, kebijakan yang cukup cerdas dan kini telah bergulir di daerah-daerah dalam rangka implementasi otonomi dalam pengelolaan pendidikan.
Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada publiknya, dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai. Kurikulum berbasis kompetensi tiada lain adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berfikir serta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa telah dipelajari siswa.
Kemudian, perumusan kompetensi dalam kurikulum juga harus memenuhi beberapa aspek antara lain :
Kompetensi tersebut harus dapat didefinisikan secara jelas dalam standar yang dapat dicapai serta performance yang terukur.
Kompetensi itu harus memiliki konteks, apakah konteks profesionalisme yang memerlukan keahlian-keahlian tertentu, keterampilan yang digunakan dalam lapangan pekerjaan, kompetensi komunikasi global, atau kompetensi akademik untuk studi lanjut.
Kompetensi merupakan learning outcome yang mendeskripsikan apa yang dapat dibuat seseorang setelah melalui proses pembelajaran.
Terkait dengan itu, maka kompetensi juga harus mendeskripsikan proses pembelajaran yang harus dilalui siswa untuk mencapai kompetensi harapan.
Dalam KBK adalah Kompetensi Kognitif, Kompetensi Afektif, Kompetensi Psikomotorik sehingga dalam penyusunan kurikulum pada masa lalu pemerintah memiliki otoritas yang sangat kuat dalam penentuan kurikulum, dan hampir tidak ada ruang bagi guru untuk melakukan inovasi-inovasi penyesuaian baik atas pertimbangan psikologis anak, ataupun tuntutan lokal dari daerah di mana sekolah berada. Dalam penyusunan KBK sekolah yang paling dominan untuk menetukan silabus pada sekolah, Komite sekolah. Hal ini menjadi tantangan sekolah dalam rangka era otonomi sekolah oleh client, user, stakeholder serta arah dan kebijakan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia ( SDM ) yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara, yang memiliki cita-cita peningkatan produktivitas dan daya saing baik secara regional maupun internasional.
Manajemen Pendidikan.


Salah satu cara yang paling sederhana untuk melihat nasib pendidikan di Indonesia masa depanadalah berkunjung ke ruang-ruang perkantoran Departemen Pendidikan nasioan, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, khususnya di tingkat pusat. Bisa dimulai dari pusat layanan data Depdiknas. Apa pun yang diterangkan, hanya semakin menunjukkan betapa lembaga yang seharusnya menjadi pengembangan nasib bangsa ini tidak serius dan bahkan hanya memberikan janji-janji palsu. Mengapa? Jawabannya karena Depdiknas sudah puas dengan manajemen tradisional. Data base tidak dimanajemeni dengan baik bahkan sampai pada layanan publik yng bersifat informatif pun kurang diperdulikan. Jangankan dengan alat bantu berteknologi tinggi, sistem automatisasi yang sederhana pun tidak dimiliki.
Bermuara pada sistem yang serba tidak rapi ini telah mengakibatkan tumpang tindih dan tidak terpadunya sistem pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada Dinas Pendidikan yang ada di Kota Bontang khususnya dan Kabupaten/Kota lainnya yang ada di Indonesia.
Dengan lemahnya sistem manajemen dan tidak trasparansinya sistem informasi, mengakibatkan proses yang berjalan di Dinas Pendidikan tersebut menumbuhkan iklim yang tidak sehat. Berbagai hal yang sangat mendasar sebagai penyebab kemunduran atau bahkan kemandegan dari perkembangan pendidikan di Indonesia bermula dari Departemen yang seharusnya masa depan pendidikan dicantolkan. Kemandegan tersebut disebabkan:
Pertama, sistem manajemen pendidikan dibawah naungan Depdikas tidak diintegrasikan dengan sistem manajemen informasi data base yang dapat diakses oleh seluruh lembaga pendidikan yang berada di bawahnya, sehingga informasi yang terbaru dan penting tidak dengan mudah terisolasi.
Kedua, proses pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dilingkungan Dinas Pendidikan tidak diprogramkan dan dirancang secara terpadu dan berkesinambungan, sehingga Dinas Pendidikan sangat kekurangan sumber daya manusia yang betul-betul memahami hakikat dunia pendidikan.
Ketiga, Dinas Pendidikan tidak tanggap dan peka terhadap kebutuhan publik sehingga Dinas Pendidikan hampir tidak memiliki program unggulan yang menjadi kebanggaan masyarakat yang mampu membangkitkan semangat dan perhatian masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Keempat, kecenderungan kebijakan yang dilahirkan oleh Dinas Pendidikan tidak berdasarkan pada kebijakan obyektif atau berdasarkan pada kejujuran atas realitas yang ada di masyarakat, tetapi lebih pada semangat untuk membungkus dari segala macam pembelaan yang menyebabkan munculnya ketidak percayaan publik pada Dinas Pendidikan.
Kelima, posisi Dinas Pendidikan yang merupakan jantung bagi pengembangkan SDM bangsa Indonesia pada umumnya dan Kota Bontang khususnya kurang bisa menempatkan diri dalam posisi sentralnya dan kurang bisa mempengaruhi publik dengan segala macam propangandanya dalam upayanya membangkitkan semangat belajar.
Keenam, dalam kedudukannya sebagai lembaga pembina pendidikan di Kota Bontang tidak pernah melahirkan produk-produk unggulan yang diakui secara nasional dan internasional, termasuk dalam bentuk publikasi ilmiah maupun dalam gagasan-gagasan kemanusiaan universal.

Ketujuh, dalam pengelolaan dunia pendidikan harus diperhatikan tiga sumber daya manusia yang utama yaitu yang menjadi penentu akhir dari berhasil tidaknya praksis pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, yaitu guru, kepala sekolah dan birokrat pendidikan. Guru dan kepala sekolah lebih dikenal sebagai sumber daya manusia yang bergerak langsung pada lingkungan persekolahan atau yang sering disebut sebagai lingkungan mikro, sedangkan birokrat pendidikan adalah pada aspek makro pendidikan.
Dalam rangka desentralisasi pendidikan sangat diharapkan mampu untuk bekerjasama dalam kerangka kerja yang profesionalisme, efektif dan ideal. Utamanya pola kerja yang selama ini kerap terjadi, seperti masih kentalnya budaya kerja yang berorientasi ke “atas” atau ke pusat harus segera dihilangkan. Kinerja para birokrat pendidikan selama ini tak jarang mengorbankan guru dan kepala sekolah demi target capaian yang harus dipenuhi. Perubahan pola pikir dan budaya kerja para birokrat pendidikan juga harus diutamakan. Ini bertujuan agar perubahan sistem yang tadinya sangat terpusat atau sentralistis ke sistem yang desentralistis tidak hanya berhenti pada susunan organisasi dan instrumen peraturan semata, tetapi lebih dari itu, semangat, pola pikir dan kinerja adalah lebih penting guna keberhasilan sistem pendidikan yang baru tersebut.
Anggaran Pendidikan.
Sesuai dengan amanat UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pedidikan Nasional, Sesuai dengan pasal 49 ayat (1) berbunyi Dana Pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD). Dengan demikian apabila pemerintah dan DPR tidak menganggarkan sesuai dengan UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas maka dapat dikatagorikan mengingkari amanat rakyat.

Tetapi anggaran pendidikan bukan semata beban pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat agar terjadi sinergis dalam pengelolaan lembaga pendidikan/satuan pendidikan. Dalam pengelolaan pendidikan bukan hanya anggaran semata yang menjadi kunci keberhasilan pendidikan untuk meningkatkan mutu tetapi berbagai aspek dan komponen yang terlibat antara lain birokrat pendidikan, kepala sekolah, guru, tata usaha dan seluruh steakholder dan user harus terlibat aktif untuk bersama-sama meningkatkan kinerja pendidikan



BAB III
HARAPAN
Dengan dicanangkannya Bontang Cerdas 2010 merupakan implementasi dari UU No.22 tahun 1999 dan diubah dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, serta UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan harapan pada jangka waktu yang relatif singkat antara tahun 2005 – 2010 maka masyarakat akan bebas dari kebodohan dengan konsep yang jelas bukan hanya pendidikan formal yaitu TK, SD, SLTP, SLTA bahkan sampai Perguruan Tinggi, Nonformal seperti Lembaga kursus, Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Paket C, dan informal pendidkan yang dimulai dari rumah tangga jadi kesimpulan Bontang Cerdas supaya masyarakat Bontang terbebas dari kebodohan, bebas kemiskinan, Bontang Sehat, dan Bontang Lestari dengan bermuara pada Pendidikan.
Untuk itu perlu ada beberapa yang harus dibenahi dan ditingkatkan antara lain sebagai berikut :
Pemerataan dan Perluasan
Pemerataan dan perluasan pendidikan difokuskan pada kegiatan antara lain dengan meningkatkan angka partisifasi kasar (APK), angka partisifasi murni (APM) dengan penambahan Unit Sekolah Baru (USB), Revitalisasi sekolah terutama yang double shif harus dipecah menjadi dua dengan cara sekolah di tingkat untuk mengatasi lahan yang sempit. Angka melanjutan perlu ditingkatkan dengan cara mengadakan penyuluhan pada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran untuk menyekolahkan anak, rasio siswa persekolah juga sangat berpengaruh terhadap daya tampung dengan sekolah dan pemerataan pendidikan sehingga mencapai angka ideal, rasio siswa per kelas juga perlu diperhatikan agar dapat berjalan dengan maksimal dan mudah dalam pengajaran bagi guru serta rasio kelas perruang kelas juga sangat berpengaruh terhadap kinerja sekolah.
Jadi Perluasan dan pemerataan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada semua masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu dengan cara memperbaiki Gedung sekolah, mengadakan meubelair siswa, meubelair guru, mengadakan peralatan sekolah, media pendidikan, mengadakan buku pelajaran, dan tidak ada lagi sekolah yang double shif ( satu gedung dua sekolah ). Disamping itu juga perlu adanya subsidi khusus pada sekolah rujukan, sekolah inti, sekolah model, sekolah terpadu.
Peningkatan dan pengembangan berbagai program pendidikan formal, non formal dan informal untuk perluasan akses pendidikan dimasa yang akan datang.


Peningkatan Mutu dan Relevansi.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan adalah dengan cara mengurangi angka mengulang dengan cara memberikan remedial bagi anak yang belum tuntas dalam pelajaran dan putus sekolah dengan cara memberikan penguatan pada siswa dan memberikan dorongan moral pada orang tua agar memperhatikan nasib pendidikan anaknya secara baik, mengoptimalkan berbagai basis pendidikan yang ada dengan melibatkan berbagai komponen antara lain dewan pendidikan, komite sekolah, steakholder, client, user, dan propaganda pada masyarakat tentang wajib belajar. Mendirikan Sekolah Model, Sekolah Rujukan dan Sekolah Terpadu untuk meningkatkan mutu di Kota Bontang, bukan hanya Sekolah Yayasan Pupuk Kaltim (YPK), Yayasan PT. Badak sehingga banyak pilihan pada masyarakat untuk memasuki sekolah yang bermutu dan menjadi primadona serta nilai jual yang sangat tinggi dibidang Sumber Daya Manusia Kota Bontang. Sehingga angka lulusan mencapai 100% dengan mengacu pada standar akademik ( penguasaan pengetahuan dan teknologi yang memadai ) dan standar kompetensi ( penguasaan keterampilan hidup yang memadai ) yang seusai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak hanya mencetak tenaga pengangguran intelektual yang tidak mempunyai kompetensi lulusan yang memadai, yang diharapkan disini lulus 100% lengkap dengan memenuhi standar kompetensi dan standar akademik.
Disamping itu masih adanya Guru yang semi layak yang nantinya dapat menjadi guru yang layak, guru tidak layak akan menjadi guru yang semi layak juga mempengaruhi kinerja dan mutu pendidikan, layak dalam artian Kualifikasi dan kesusaian ijazah dengan kompetensi yang diajarkan diharapkan sesuai dengan standar pelayanan minimal yaitu untuk SD minimal Pendidikan Gurunya kulaifikasi Diploma D2 PGSD, SMP minimal D3 kependidikan dan SMA/SMK minimal S1 Pendidikan untuk kedepan pendidikan perlu meningkatkan mutu guru melalui pendidikan. Harapan kedepan Guru SD berkualifikasi Strata 1 (S1), Guru SMP berkualifikasi Strata 2 (S2/Magister), dan SMA/SMK Guru berkualifikasi Strata 3 (S3/Doktor) belum lagi masalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK) juga sangat berpengaruhi terhadap kinerja pendidikan baik secara mikro ( Sekolah ) maupun makro ( Dinas Pendidikan Kota Bontang ) karena KBK memadukan antara pengetahuan akademik dan pengetahuan keterampilan dianggap guru hal yang baru sehingga butuh penyesuaian dengan berbagai aspek manajemen sekolah yang baik.
Relevansi adalah lulusan dengan kebutuhan masyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan dan berkembang pada masyarakat serta dapat menguasai teknologi dan mampu bersaing pada pasar globalisasi ( pasar bebas ). Untuk memasuki dunia kerja sehingga tidak jadi penonton dirumah sendiri. Disamping untuk menjadikan Kota Bontang sebagai Kota jasa dan industri dan mengantisipasi pasca migas jangan sampai seperti Kabupaten Kutai Barat setelah PT. Kaltim Equator Mining ( PT. KEM ) tidak beroperasi mulai awal tahun 2005 ini sehingga menjadi masalah (1) Tenaga kerja, (2) Pendapatan Asli Daerah, (3) Dampak lingkungan, dan (4) pemasukan pada masyarakat.

Manajemen
Pengembangan, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistik dan simultan, tidak boleh parsial walaupun mungkin dilakukan secara bertahap, perbaikan sektor kurikulum, tenaga guru dan fasilitas serta sarana pembelajaran, tidak akan terlalu membawa perubahan signifikan jika tidak disertai dengan perbaikan pola dan kultur manajemen yang mendukung perubahan-perubahan. Dinamika guru dalam pengembangan program pembelajaran tidak akan bermakna bagi proses dan hasil belajar siswa, jika manajemen sekolahnya tidak memberi peluang tumbuh dan berkembangnya kreativitas guru tersebut. Manajemen, memang merupakan sesuatu yang amat bermakna dalam perubahan menuju sebuah perbaikan. Demkoratisasi pengelolaan pendidikan berarti mendorong tanggungjawab peningkatan dan perbaikan kualitas pada tenaga dan kepala sekolahnya untuk mengorganisir berbagai program peningkatan kualitas hasil belajar sehingga SDM Lulusan sekolah kompetitif dipasar tenaga kerja lokal, nasional, regional, dan bahkan global, yang terus kian terbuka bagi masyarakat dunia. Akan tetapi, jika SDM hasil pendidikannya dan kesempatan dalam kompetisi regioanl dan global, bahkan kesempatan lokal pun akan diambil orang lain. Gagasan – gagasan perubahan manajemen untuk pengembangan performa terbaik mulai dari birokrat Pendidikan ( Dinas Pendidikan Kota Bontang ), Kepala sekolah dan guru agar menghasilkan lulusan yang cerdas , kompetitif dan memiliki berbagai keunggulan komparatif, setidaknya didukung oleh 5 karakteristik ( Wohlstetter, 1994:81) yakni :
a. Kepemimpinan yang kuat
b. Memiliki ekspektasi yang tinggi pada semua komponen yang terlibat dalam dunia pendidikan.
c. Memberi penguatan pada besic skills
d. Suasana yang terkontrol dan bisa teratur.
e. Sering melakukan tes performa terhadap obyek garapan.
Perubahan yang mendasar dalam manajemen pendidikan adalah perubahan pada kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial untuk mencapai pendidikan yang baik.

Anggaran Pendidikan.
Yang menjadi masalah krusial dan menjadi isu secara lokal, dan nasional adalah anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas adalh 20% dari (APBN) maupun (APBD) tetapi kemauan dan political will pemerintah masih belum dapat memenuhi sesuai undang- undang dengan berbagai alasan-alasan yang mendasar sehingga angka 20% tidak dapat terpenuhi. Kedepan diharapakan pemerintah dapat mengalokasikan dana pendidikan sesuai dengan amanat Undang-undang No.20 tahun 2003 sehingga Pemerintah dan DPR RI maupun Pemerintah daerah dan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota dianggap mengingkari undang-undang yang mereka buat bersama-sama.




BAB IV
PENUTUP
Bertitik awal dari pencanangan Bontang Cerdas 2010 untuk mencapai Visi Kota Bontang yaitu “TERWUJUDNYA KOTA BONTANG SEBAGAI KOTA INDUSTRI DAN JASA YANG HANDAL SKALA REGIONAL” dan Misi Kota Bontang yaitu:
Memanfaatkan segala potensi daerah secara optimal dalam rangka terciptanya Kota industri dan jasa.
Menciptakan stabilitas dengan mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.
Menciptakan Pemerintah yang “Good Governance” untuk pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Melestarikan lingkungan dalam rangka menciptakan Kota yang layak huni.
Kemudian dijabarkan dengan visi dan Misi Dinas Pendidikan untuk menindak lanjuti pencanangan Bontang Cerdas 2010, Visi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang sebagai berikut “ TERWUJUDNYA BONTANG SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN, BUDAYA DAN TUJUAN WISATA TERKEMUKA DALAM MENOPANG BONTANG SEBAGAI KOTA INDUSTRI DAN JASA “ dan Misi Dinas Pendidikan yaitu:
Meningkatkan Mutu SDM Aparatur dan Tenaga Keprndidikan.
Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
Pemerataan kesempatan dan kesamaan memproleh pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Meningkatkan efisiensi manajemen pendidikan.
Meningkatkan pembinaan kepemudaan dan keolahragaan.
Menumbuh kembangkan, membia dan melestarikan kebudayaan daerah agar menjadi daya tarik potensi wisata di Kota Bontang.

Untuk mencapai visi dan misi tersebut perlu kerja keras semua komponen aparatur yang sesuai dengan bidang masing-masing dan perwujudnya masyarakat Kota Bontang yang cerdas, bebas kemiskinan, sehat dan lingkungan yang lestari melalui pendidikan seumur hidup dengan memperhatikan budaya daerah, kemampuan daerah, dan memahami tentang perbedaan latar belakang suku, agama serta keturunan. Semua itu menjadi perhatian kita bersama agar tercapainya Bontang Cerdas 2010
dan merupakan pekerjaan yang sangat ekstra untuk mencapai hal tersebut diatas apakah dapat terwujud atau tidak Allah Wu Alam.



DAFTAR PUSTAKA

Paradigma Pendidikan Demokrasi
Oleh DR. Dede Rosyada, MA

Rangkuman Data SD, SMP, SMA dan SMK
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang 2005

Propil Pendidikan Kota Bontang 2005
Oleh Saparudin, SH

Kebijakan dan Program Pembangunan Pendidikan
Oleh Departemen Pendidikan Nasional Pusat.

School Based Management
Oleh Ibtisam Abu Duhou

Reformasi Pendidikan
OlehAulia Reza Bastian

Tidak ada komentar: